Powered by Blogger.

Friday, 17 April 2020

Tag:

PRASANGKA


Tantangan mematikan dalam aspek pembangunan berkelanjutan di era sekarang ini bukan lagi didominasi aspek dari eksternal. Hal yang harus dikhawatirkan adalah pribadi-pribadi di dekat kita yang salah dalam menempatkan prasangka pada ranah yang sebenarnya hingga menjadi upaya propaganda untuk membunuh dari dalam. Setiap manusia dalam lingkup individu maupun sosial kemasyarakatan tidak lepas dari yang namanya prasangka. Manusiawi sekali, namun setiap individu tentu menyikapinya dengan berbeda. Charles R. Swindoll mengemukakan bahwa berprasangka adalah perilaku yang dipelajari, kita tidak terlahir penuh dengan prasangka, namun kita diajari untuk berprasangka. Diajari berprasangka berarti membuat hipotesa yang nantinya akan dibuktikan dengan penelitian-penelitian tertentu.
Prasangka memiliki klasifikasi, menurut John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori diantaranya prasangka kognitif yaitu prasangka yang bertumpu pada apa yang dianggap benar, prasangka afektif yaitu prasangka yang menitik beratkan pada apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, dan yang terakhir prasangka konatif yaitu prasangka yang merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak. Dasar-dasar dalam berprasangka ini tentu secara harfiah melekat pada diri manusia sebagai individu untuk melakukan penelitian lebih lanjut, tuntutan untuk mencari informasi mengenai manusia lain, kelompok-kelompok tetentu, dan ilmu lainnya, agar dapat membuktikan dan memuaskan dan membuktikan dasar-dasar prasangka yang telah  ditetapkan didalam individu masing-masing.
Permasalahannya sekarang ini adalah prasangka-prasangka ini menjadi buruk disaat  individu-individu ini menempatkan prasangka sebagai dasar dan juga langsung menjadikan prasangka ini sebagai hasil akhir. Pribadi-pribadi malas seperti ini enggan melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut agar informasi yang disampaikan valid dan laik di kemukakan ke masyarakat. Menjadi sumber dari segala permasalahan-permasalahan fatal dan rasa kebencian dikalangan masyarakat untuk saling mencaci, mencurigai, menghina, mengkafirkan, dan lain sebagainya.
Prasangka buruk inilah yang telah mematikan semangat bergotong-royong di kalangan masyarakat pedesaan yang sebenarnya terkenal dengan budaya bergotong royong yang kental sesama warganya. Ketika ada salah satu perwakilan pemerintah desa atau lainnya mengajak untuk bergotong royong dalam pembangunan desa masyarakat di provokasi agar enggan untuk saling membantu dengan alasan dana desa yang begitu besar tidak termanfaatkan takut habis di korupsi. Bahkan ketika ada inisiator dari kalangan masyarakat biasa mengajak kearah perubahan lebih baik merekapun enggan untuk bergotong royong saling membantu karena menyimpan prasangka bahwa si inisiator inilah yang bakal mendapat uang banyak dari pemerintah ketimbang mereka yang bekerja. Prasangka buruk inilah yang telah merusak semangat-semangat para akademisi yang lahir dari desanya lebih memilih untuk pergi meninggalkan desanya.
Prasangka buruk yang tumbuh dalam diri setiap individu inilah yang telah membuat pembangunan menjadi stagnan, bukanlah tantangan dari luar. Berprasangka buruk telah banyak memecah belah semua kalangan. Antar teman, antar saudara, antar rekan kerja, dan lain sebagainya. Dasar berprasangka tanpa di ikuti dengan penelitian tentu dapat membawa kekacauan bagi kehidupan bermasyarakat. Pemimpin berprasangka buruk terhadap rakyat, rakyat berprasangka buruk terhadap pemimpin, rakyat dan rakyatpun tidak ketinggalan untuk saling beradu kesimpulan tanpa penelitian. Prasangka buruk merupakan senjata ampuh dalam pembunuhan karakter seseorang.
Prasangka buruk dijadikan suatu bentuk pembenaran dari suatu kesalahan. Orang-orang yang biasa berprasangka buruk adalah orang-orang yang ingin mencari pembenaran atas apa yang ia pikirkan bukannya mencari kebenaran. Mempengaruhi orang banyak, memprovokasi, dan lain sebagainya hingga banyak yang mengiyakan pula. Hal ini justru lebih berbahaya dari virus apapun dalam menjaga keutuhan NKRI ini. Bahkan mereka-mereka yang dengan tulus berdedikasi untuk masyarakat malah dianggap musuh yang harus dibasmi. Apa saja bisa menjadi bahan prasangka, tetangga membeli motor baru, mobil baru, rumah baru, mulailah individu pemalas tadi berspekulasi. Kita terlalu sibuk memperbaiki tatanan bernegara ini dilihat dari luar, membuat benteng setinggi-tingginya, tanpa disadari kita sedang digerogoti dari dalam oleh provokator-provokator yang mungkin diantaranya sedang duduk di sebelah kita.

'Karto,S.Pd.,MM.'



About KPEDES

Pimpinan Komunitas Pelajar Desa Serdang.

0 komentar:

Post a Comment