“Buah sawit buah
sahang
Kalau dijuel
harge e murah
Perkenalkan kami
urang herdang
Datang kehini
nek gi bekisah”
‘LEGENDA BEBALA, BETILOR DESA SERDANG’
Pada zaman dahulu, ada seorang Tumenggung dari ujung barat kepulauan Bangka Belitung yang melakukan perjalanan dan menghentikan
perjalanannya di sebuah desa terpencil yang telah berpenghuni dan memiliki
pemimpin masyarakat yang biasa disebut Pak Batin. Desa ini ditumbuhi pepohonan
yang rindang dan menjulang tinggi. Sang Tumenggung pun bertanya kepada Pak
Batin, “Pak Batin, ape ge name kampong ikak ni?” Pak Batin pun menjawab, “kami
ne idup disini atas dasar hame-hame. Hame-hame nek idup, hame-hame nek makan, hame-hame
nek betanem, nye mati dak hame-hame, jadi lom ade name yang pas untuk kampong
kami nih kah!”. Sang Tumenggung pun mengangguk-angguk. Mengiyakan perkataan Pak
Batin.
Sang Tumenggung pun terus menelusuri daratan desa
ini. Dari ujung hingga ke ujung yang lain. Tidak ada pemandangan lain selain
pohon-pohon yang lurus dan tinggi menjulang. Sang Tumenggung pun heran dan
menanyakan hal ini kepada Pak Batin,
“Pak Batin,! ku tingok ni di kampong ikak ni, hampir tiap sudut ade batang yang
tinggi-tinggi lurus tu, batang ape ge tu Pak Batin?” Pak Batin pun menjawab “Oww
itu batang serdang name e Pak Tumenggung, urg hini nyebut e batang pelindung,
pelindung dari anget mate ari, untuk tiang pundok, pukok e banyaklah gune
batang ni men di kampong ni”. Ow cemtu Pak ok!”. Sang Tumenggung pun mengetahui.
Seringnya beramah-tamah, sang Tumenggung pun menemukan
suatu keunikan di desa ini, yaitu semua masyarakatnya tidak bisa menyebut huruf
‘r’ apakah mereka cadel? Sang Tumenggung pun mencoba bertanya dengan beberapa
masyarakat. “Cik,.ngape ikak ni ku tingok-tingok, ku denger-denger, ikak ni dak
pacak nyebut huruf ‘r’?. tilor bae. imang dak pacak, ape dibuat-buat ni?”.
Ibu-ibu yang ditanya itu pun hanya bisa
tertawa sambil menjawab. ‘kami ni pacak sebener e nyebut ‘r’ Pak Tumenggung,
tapi kebiasaan kami dihini kalau kite nyebut ‘r’ la hempai begeterrr,,urang
sebut sombong atau taipau Pak Tumenggung!”. “Jadi taipau tu ade tingkatan e Pak
Tumenggung, yang pertama taipau biase, yang kedue taipau basa, yang ketige
taipau begereng. Nah Men kate urang hini, taipau e urang yang pacak nyebut ‘r’
tu lah hempai begereng. Bende e dak de tapi bau e ade, name ge lah begereng!”. “La
lah Pak Tumenggung!, kalau lah mendarah daging ni, nye digawelah hempai turun
temurun. Ular melingkar diatas pagar lah. (dengan gaya tilur).” Sang Tumenggung
pun hanya bisa tertawa mendengar penjelasan ibu-ibu tersebut. Konon katanya
orang-orang melayu Bangka masa itu merupakan orang–orang yang terbiasa
menggunakan aksen cina yang sulit menyebut huruf ‘r’.
Namun ada kebiasaan menjengkelkan yang dimiliki
warga desa ini yaitu kesenangan dalam berseloroh atau bercanda dalam obrolan. Pernah
suatu hari Tumenggung dan Pak Batin pergi memancing di suatu sungai yang sangat keruh. Lewatlah salah
seorang warga yang menanyakan. “Pak Batin, Pak Tumenggung!, banyak dak bule
ikan e?” Pak Tumenggung yang tidak tau apa-apa menjawab dengan pasti. “dak pak,
dari pagi tadi baru sikok bule e’. warga itupun berseloroh atau bebala (bahasa
Bangkanya), ‘wajarlah dak bule, hungai
macem ni kepo e, ikan nek liwat ge
betumbor dak ketingok ape lah!”. Pak Batin yang telah mengetahui sifat warganya
pun hanya bisa tertawa mendengar
penjelasan warga tersebut.
Kemudian Pak Tumenggung dan Pak Batin, memperoleh
rejeki ikan yang lumayan banyak pada salah satu sisi sungai yang ada
jembatannya. Kemudian warga yang kebetulan lewatpun menanyakan lagi, ‘Pak Tumenggung,
Pak Batin!, banyak tuh bule ikak dimane dapet e?” Pak Tumenggung pun menjawab
sambil menunjuk salah satu sisi sungai yang ada jembatannya dengan langsung
menyebut jembatan tersebut. “tuh jang, di jeramba sane!”, ucap Pak Tumenggung.
Sang wargapun berseloroh, “dooook Pak Tumenggung!, bener-bener waa, di jeramba ge la macem ni
banyak bule e, ape agik di bawah jeramba e, aik e kan dibawah jeramba pak
tumenggung?”. Pak Tumenggung terdiam, namun Pak Batin yang telah mengerti
kembali tertawa terbahak-bahak. Namun tidak dengan Pak Tumenggung yang merasa
bahwa warga tersebut sedang mempermainkannya. Itulah ‘bebala’ Pak Tumenggung, bebala
tu arti e ‘Becakap Banyak Hala e’, tapi jangan dianggep negatif Pak Tumenggung,
men dihini itulah care masyarakat ngebangun hubungan deket, hubungan
kekeluargaan, ngundang tawa ken sesame, jangan dibuik ke ati ok!.” ‘ow macem tu
Pak ok!”, Tumenggung pun mengerti.
Semakin hari semakin banyak orang-orang berdatangan
ke desa ini, dan tak satupun warga yang mampu menjawab ketika ada orang
bertanya, apa nama desa ini. Seiring waktu berjalan, Tumenggung pun menyarankan
untuk adanya sebuah nama yang mampu
mewakili seluruh isi peradaban di pedesaan ini . Akhirnya Pak Batin pun mengajak
seluruh warga untuk berkumpul dipondok milik Pak Batin untuk membicarakan
masalah nama yang akan di Pakai untuk desa ini. Pak Batin pun mengeluarkan
pendapat terlebih dahulu, “cemane kalau name kampong kite ni Kampong Bebala
atau Betilor, kan sesuai ken kebiasaan
kite di masyarakat. Namun masyarakat banyak yang tidak setuju
dikarenakan kata-kata tersebut bisa bermakna negatif bagi orang lain yang tidak
mengerti arti sebenarnya.
Setelah sekian banyak diskusi yang dilakukan
akhirnya Tumenggung menyarankan kampong ini diberi nama kampong Serdang. Jadi,
nama Serdang itu bukan berarti Serba Dangdut tetapi Serdang merupakan nama
pohon. Hingga sekarang kampong serdangpun tetap eksis di Kecamatan Toboali
Kabupaten Bangka Selatan ini dengan bebalanya, betilornya yang dikonotasikan
negatif namun sebenarnya terkandung makna yang begitu mengeratkan persaudaraan
didalamnya. Secara turun temurun,
betilor (cadel) dan bebala (berseloroh) telah mampu membangun hubungan
kekeluargaan masyarakat, mempererat batin masyarakat, mengundang tawa sesama, dan menjadi ciri khas masyarakat Desa Serdang.
Terima kasih Pak Batin, namamu akan selalu didalam Batin
masyarakat Desa Serdang, terima kasih Pak Tumenggung namamu akan selalu kami
junjung. Jayalah Desa Serdang, Jayalah Bangka Selatan.!
Sumber :
1.
Arsip Dokumen Pemerintah Desa Serdang
2. Tokoh Adat, Tokoh
masyarakat, Tetua Desa Serdang
About KPEDES
Pimpinan Komunitas Pelajar Desa Serdang.
0 komentar:
Post a Comment