Powered by Blogger.

Friday, 24 March 2017

Tag:

PENDIDIKAN DI NEGERI SITI NURBAYA


Nama                          : Karto, S.Pd., M.M.
Alamat                        : Desa Serdang, RT 10 RW 03 Kec. Toboali
Email                          : abenk.karto@gmail.com
HP                               : 081373836232
Judul Artikel             : Si Negeri Siti Nurbaya

PENDIDIKAN DI NEGERI SITI NURBAYA
Pendidikan adalah kebutuhan primer. Dijaman serba-serbi modern ini pemenuhan akan sandang, pangan, dan papan tidak lepas dari peran serta pendidikan. Siapapun bisa saja menyebutkan bahwa tanpa pendidikan kami bisa hidup layak, namun pendidikan dalam bidang apapun sangat dibutuhkan dan akan mempengaruhi bagaimana kualitas hidupnya. Seharusnya pendidikan dibidang apapun berbanding lurus dengan pekerjaan yang layak mereka dapatkan. Begitulah paradigma berfikir yang semestinya terealisasikan selama ini. Kualitas pendidikan dan posisi dalam pekerjaan terutama pekerjaan yang membutuhkan pendidikan skill dalam bidang apapun seharusnya berjodoh, termasuk public service di istansi-instansi pemerintahan.
Namun kenyataannya, pergeseran-pergeseran sikap yang terjadi terkait hubungan pendidikan dan kelayakan pekerjaan yang sesuai bidang pendidikan terutama di instansi pemerintahan khususnya telah membuat pemikiran seperti itu menjadi bahan tertawaan. Pendidikan selama ini tidak lagi dikaitkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan skill khusus yang didapat dengan pendidikan yang tidak sebentar, pekerjaan yang sesuai dengan apa yang telah mereka perjuangkan di bangku kuliah, ditempa untuk jujur, ditempa untuk berkompeten, karena mereka mengerti perjuangan mereka agar dapat berilmu dan bekerja dengan baik, dengan sandang, pangan, dan papan yang layak pula baik berbisnis sendiri, bekerja di instansi-instansi swasta, atau pun pemerintahan.
Kualitas Pendidikan sekarang dipandang sebelah mata, telah kalah dari pebisnis-pebisnis dengan vokal maha dahsyat, menjodohkan yang bukan jodohnya, menghancurkan setiap mimpi-mimpi para pemimpi yang tadinya sedang berjuang kesana kemari menuntut ilmu untuk membangun negeri dimana mereka tumbuh besar. Namun saat mereka pulang, pebisnis-pebisnis ini hinggap disetiap lekuk Negeri Bumi, seperti ulat membunuh padi.
Sebagai orang baru dalam dunia pencari kerja, merasa bingung, harus dimana mencari sisi negeri yang ingin dibangun, harus dimana memulai ‘menikahi’ negeri ini tanpa mahar tinggi seperti yang sedang hits dikalangan pencari kerja lainnya. Sempat tergiur untuk menyiksa diri, menyiksa keluarga, bersaing dan beradu dalam memberikan mahar tertinggi tanpa memikirkan bahwa sebenarnya saya mampu, saya berkualitas, namun karena terbesit keraguan, mampukan bersaing dengan mereka-mereka yang berharta akhirnya pebisnis-pebisnis pekerjaan mulai bernyanyi, berjanji, dengan vocal yang menggema, iming-iming tahta, dengan timbal balik berupa beberapa lembaran harga yang didapat dengan susah payah oleh kedua orang tua. Mereka datang kerumah dengan wajah malaikat, wajah penuh harapan, akan maunya saya ikut system mereka.
Tuhan berbaik hati, menggerakkan hati, menegur untuk belajarlah lagi, bekarya lagi, saya yang belum layak, takut akan menangis darah negeri ini, jika dipelihara oleh aku dan mereka yang direkrut dengan lembaran-lembaran uang itu. Apa yang mau dibangun? Apa yang mau dibenahi? Jika suatu bidang pembangunan diletakkan pada pundak orang yang bukan ahlinya. Jangan sampai Negeri ini terlalu sering dijodohkan secara sepihak sehingga menjadi hal biasa, oleh penghulu-penghulu gelap bermodalkan jabatan, pembalasan jasa, ataupun lainnya. Sehingga nantinya bidang-bidang vital pembangunan akan diisi oleh orang-orang yang ‘menikahi’ Negeri ini dengan memberikan mahar tinggi karena nafsu pada lekuk keindahan Negeri bukan karena kasih sayang yang suci yang tulus ingin membenahi.
Kini saya sadar, jika saya begitu, apa yang akan saya katakan kepada murid-murid jika mereka bertanya, untuk apa kami berpendidikan jika akhirnya tak dibutuhkan, untuk apa kami bersusah payah menghitung sin cos tan jika akhirnya hanya jadi bahan lelucon. Pendidikan selalu bisa diciptakan dimanapun itu, yang dibutuhkan hanyalah adanya guru dan siswa, bukan sekolah. Kini aku Memulai membangun komunitas di Desa terpencil ini. Desa yang dari lahir yang telah mencetak mimpi-mimpi di kepala ini. Kemudian mimpi-mimpi itu mulai saya cetak kembali di kepala anak-anak desa ini, yang menolak diremehkan, menolak kedaluwarsa sebelum waktunya. Dengan begini, sedikit demi sedikit saya mampu memberi contoh, bahwa dengan berpendidikan, hidup dengan passion masing-masing, akan banyak kepuasan ditemukan, karena usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil sekalipun kita hidup berpendidikan di negeri siti nurbaya ini.

About KPEDES

Pimpinan Komunitas Pelajar Desa Serdang.

0 komentar:

Post a Comment