Powered by Blogger.

Friday, 24 March 2017

Tag:

KUMBU-KUMBU GALAU



            Penulis             : Karto, S.Pd., M.M.
Alamat             : Desa Serdang RT 10  RW 03
Email               : abenk.karto@gmail.com
Nomor HP       : 081373836232

Kumbu-Kumbu Galau dari Serdang
Fenomena diawal tahun 2017 ini menghadirkan nama kue kumbu-kumbu Serdang yang sedang ‘booming’ di Bangka Selatan khususnya. Masyarakat bisa mendapatkan kue kumbu-kumbu di Serdang yang lagi ‘hits’ sekarang ini di rumah Nek Dayok, di Warung Ibu Ti Atan dan Warung Mas Roy Desa Serdang. Setiap hari, keduanya kewalahan menerima pesanan dari dalam maupun luar Desa, termasuk saya yang setiap harinya harus jadi kurir pesanan rekan-rekan kerja. Kumbu serdang memiliki rasa yang unik, gurih diluar lembut didalam, entah darimana dan bagaimana kue ini menjadi ‘trend’ sekarang ini. Padahal kue ini sudah ada sejak lama. Jelasnya, kue ini memang unik dari segi bentuk dan rasanya.
Kemungkinan kue ini telah ada semenjak Serdang itu sendiri berdiri. Belum ada catatan histori yang jelas tentang ‘nenek’ siapa yang pertama kali membuat adonan kacang hijau selezat ini di Desa Serdang. Namun keunikan lain dari kue ini adalah filosofi dan nama dagang yang disematkan didalamnya. Sejak dulu, kue ini sering dijadikan jargon ataupun pantun lama yang paling sering diucapkan oleh orang tua termasuk orang tua saya. kumbu-kumbu Serdang ini merupakan kue untuk mewakili perasaan yang sedang galau, miris, dan menyedihkan. Bahkan kumbu-kumbu Serdang ternyata mewakili level galau itu sendiri. Tingkatan kegalauan seorang pria di masa itu akan selalu dihubungkan dengan pantun kumbu-kumbu. Bahkan kumbu-kumbu ini digunakan untuk membuat peringkat kegalauan seseorang menjadi dua level.
“Kumbu-Kumbu Bawah Tanggak, Abang Nunggu Adek Nggak”, itulah bunyi pantun galau level pertama yang sering diucapkan oleh pemuda-pemuda terdahulu (kakek-kakek) di Desa Serdang. Hingga sekarang pun jargon ini masih sering digunakan untuk  mendeskripsikan pemuda yang sedang patah hati. Bayangkan betapa galaunya pemuda ketika harus meratapi nasib cinta bertepuk sebelah tangan itu. Bahkan kue kumbu-kumbu ini seperti kata sandi untuk mengungkapkan kegalauan seseorang. Kalau ada pemuda yang curhat tentang cintanya ditolak oleh cewek pasti kata pertama yang sering keluar dari mulut teman-temannya adalah “Kumbu-kumbu bawah tanggak” dan yang lain tinggal melanjutkan “Abang Nunggu Adek Nggak” (biasanya abang dan adek diganti nama masing-masing). Sebuah jargon Serdang yang mungkin hanya pemuda serdang yang memakainya.
Kumbu-kumbu Serdang ini juga melambangan level galau yang paling tinggi bagi pemuda-pemuda Serdang, pantun yang sering diucapkan untuk mewakili galau level ini adalah “Kumbu-kumbu bawah tanggak, duduk termangu mulut ngangak”. Pantun ini hanya beberapa kalangan bahkan bisa dikatakan orang-orang yang memiliki senioritas tinggi di Desa Serdang dan tidak terlalu sering diucapkan, Karena level kegalauan ini sudah mendekati kata ‘Gila’. Duduk termenung mulut menganga, bisa dibayangkan kalau ini merupakan kegalauan tingkat expert di kalangan Pemuda Desa Serdang.
Pada saat sekarang ini kumbu-kumbu telah menjadi kuliner yang dicari, kuliner yang telah masuk wilayah bisnis. Nama yang diberikan kepada kumbu-kumbu ini juga tentunya harus  memikat pelanggan. “Kumbu-kumbu Terempes”, yang dikenal orang selama ini, makna yang terkandung dalam nama ini tentunya sedikit ‘jahat’. Kalau di iklankan dalam bentuk video, ada dua jalan cerita untuk menggambarkan nama ini, yang pertama model memperagakan sedang menyicipi kue ini dan secara tidak sadar karena kelezatannya, si model terjatuh tersandung sesuatu atau terpeleset. Yang kedua, si model dengan sombong menolak memakan kue ini selanjutnya si model terjatuh atau kecelakaan. Ide cerita kedua merupakan realisasi dari kepercayaan Desa Serdang karena jika kita mendengar nama kumbu-kumbu dan tidak memakannya maka akan mendapat musibah, bahasa sehari-hari disebut “kepunen atau kepun”. Maka dari  itu, strategi bisnis paling awal dan paling nyata adalah Nama, Identitas, sesuatu yang berpengaruh, mungkin kedepan akan ada di Serdang “Warung Kumbu-kumbu Kepunen” sehingga setiap orang yang lewat harus membeli kue tersebut. Suatu Strategi Bisnis yang luar biasa.
Dibalik fenomena ini, tidak peduli bagaimana kue kumbu-kumbu bisa tercipta di Desa Serdang, bagaimana history jelasnya, apa namanya, apa filosofinya, seharusnya menjadi bahan perhatian bagi Pemerintah Desa dalam melestarikan kuliner-kuliner lokal Desa Serdang. Membina dan memberikan fasilitas-fasilitas promosi seperti pasar khusus misalnya, agar kedepannya banyak kuliner-kuliner khas Desa Serdang yang terkekspos dan nasib kumbu-kumbu serdang tidak memiliki nama lain, kumbu Palembang, kumbu jogja misalnya. Kalau bisa nasib kumbu-kumbu seperti Nasi Padang, di Arab pun nasi padang masih disebut Nasi Padang bukan Nasi Arab. Tidak hanya bidang kuliner diharapkan wadah-wadah untuk menumbuhkan kebudayaan lokal semakin banyak dan semakin beerkembang di Desa Serdang khususnya. Banyak kebudayaan di Desa Serdang yang belum terekspos, unik, dan tentunya akan memiliki andil ketika Bangka Selatan telah menjadi Kota Pariwisata. Mari budayakan kekayaan lokal Bangka Belitung.



About KPEDES

Pimpinan Komunitas Pelajar Desa Serdang.

0 komentar:

Post a Comment