Powered by Blogger.

Tuesday, 9 February 2021

Tag:

BAHAYA PRASANGKA BURUK DAN HOAKS

 

Terbit : Opini Rakyatpos (01/02/2021
https://www.rakyatpos.com/bahaya-prasangka-buruk-dan-hoaks.html


Prasangka buruk dan hoaks merupakan kombinasi berbahaya yang sangat dirasakan efeknya bagi kehidupan bermasyarakat dewasa ini. Bayangkan saja, obrolan yang biasa diawali dengan, ehh jeng tau gak sih? yang biasanya kita dengar dalam keseharian ketika di warung-warung, ditempat berkumpul lainnya, kini telah merambah ke media digital. Faktanya pula, berdasarkan data yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia bahwa masyarakat usia 45 tahun keatas justru memang yang rentan menyebarkan dan mengkonsumsi hoaks atau berita bohong. Menurut analisa kominfo, penyebar hoaks itu lebih cenderung orang tua dan banyak dilakukan ibu-ibu melalui chat whatsapp, Asal forward tanpa harus membaca dahulu. Sementara generasi muda lebih suka konten kreasi seperti menyanyi, menari dan posting di media sosial, Instagram dan Tiktok misalnya. Hal ini tentu tidaklah mengejutkan, mengingat generasi millenial merupakan generasi yang lahir dimasa serba digital sementara orang tua usia demikian justru merupakan konsumen baru media sosial. Hal ini pula yang menarik bagi penulis selama beberapa tahun ini, dimana update status-status tiap menit di laman Facebook penulis malah dipenuhi oleh bapak-bapak atau ibu-ibu kisaran usia diatas yang kalau dilihat profilnya, terhitung baru menjadi pengguna jejaring sosial tersebut. Mulai dari posting kegiatan di sawah, laut, kantor, makan bersama, dan lain sebagainya silih berganti diabadikan di laman facebook tersebut. Saya yang sudah bertahun-tahun di Facebook ini sempat berfikir, kemana kawan-kawan Facebook kami yang dulu?. Ini menunjukkan bahwa dunia medsos memang sedang digandrungi oleh bapak-bapak dan ibu-ibu yang justru merupakan konsumen baru dibanding anak-anak muda millennial. Disinilah peran literasi teknologi sangatlah dibutuhkan, bukan hanya orang tua yang memantau anak di medsos namun begitupun  sebaliknya.

Hoaks merupakan salah satu ‘produk’ prasangka buruk dan pula sumber prasangka buruk itu sendiri. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri dalam aspek pembangunan berkelanjutan di era sekarang ini yang bukan hanya didominasi aspek dari eksternal. Hal yang harus dikhawatirkan adalah pribadi-pribadi di dekat kita yang salah dalam menempatkan prasangka pada ranah yang sebenarnya hingga menjadi upaya propaganda untuk membunuh dari dalam. Setiap manusia dalam lingkup individu maupun sosial kemasyarakatan tidak lepas dari yang namanya prasangka. Manusiawi sekali, namun setiap individu tentu menyikapinya dengan berbeda. Charles R. Swindoll mengemukakan bahwa berprasangka adalah perilaku yang dipelajari, kita tidak terlahir penuh dengan prasangka, namun kita diajari untuk berprasangka. Diajari berprasangka berarti membuat hipotesa yang nantinya akan dibuktikan dengan penelitian-penelitian tertentu.

Prasangka memiliki klasifikasi, menurut John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori diantaranya prasangka kognitif yaitu prasangka yang bertumpu pada apa yang dianggap benar, prasangka afektif yaitu prasangka yang menitik beratkan pada apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, dan yang terakhir prasangka konatif yaitu prasangka yang merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak. Dasar-dasar dalam berprasangka ini tentu secara harfiah melekat pada diri manusia sebagai individu untuk melakukan penelitian lebih lanjut, tuntutan untuk mencari informasi mengenai manusia lain, kelompok-kelompok tetentu, dan ilmu lainnya, agar dapat membuktikan dan memuaskan dan membuktikan dasar-dasar prasangka yang telah  ditetapkan didalam individu masing-masing. Jadi  kata kuncinya dua, yaitu prasangka dan pembuktian.

Permasalahannya sekarang ini adalah prasangka-prasangka ini menjadi buruk disaat  individu-individu ini menempatkan prasangka sebagai dasar dan juga langsung menjadikan prasangka ini sebagai hasil akhir. Pribadi-pribadi malas seperti ini enggan melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut agar informasi yang disampaikan valid dan laik di kemukakan ke masyarakat. Menjadi sumber dari segala permasalahan-permasalahan fatal dan rasa kebencian dikalangan masyarakat untuk saling mencaci, mencurigai, menghina, mengkafirkan, dan lain sebagainya.

Salah satu efek prasangka buruk yang paling dirasakan adalah mematikan semangat bergotong-royong di kalangan masyarakat terutama masyarakat pedesaan yang dulunya terkenal dengan budaya bergotong royong sesama warganya. Ketika ada salah satu perwakilan pemerintah desa mengajak untuk bergotong royong dalam pembangunan desa atau misalkan dalam kasus mengajak warga untuk sumbangan dalam memenuhi logistik bagi keluarga yang terpapar virus corona dan melakukan isolasi mandiri, ada oknum-oknum masyarakat justru memprovokasi agar enggan untuk saling membantu dengan alasan dana desa yang begitu besar tidak termanfaatkan. Bahkan ketika ada inisiator dari kalangan masyarakat biasa mengajak kearah perubahan lebih baik, ada oknum-oknum pejabat-pejabat desa enggan untuk bergotong royong saling membantu karena menyimpan prasangka bahwa si inisiator inilah yang bakal mendapat uang banyak dari pemerintah dan kecurigaan lain yang tidak berdasar. Jika terus dibiarkan, terjadinya intoleransi beragama, konflik berlandaskan SARA, tawuran, peperangan antar desa, bisa saja dan terus terjadi bertahun-tahun kedepan. Inilah faktanya dilapangan, terkikisnya sikap bekerja sama seperti semangat yang diwariskan oleh para pejuang terdahulu. Pemimpin berprasangka buruk terhadap rakyat, rakyat berprasangka buruk terhadap pemimpin, rakyat dan rakyatpun tidak ketinggalan untuk saling beradu kesimpulan tanpa penelitian. Prasangka buruk dan hoaks merupakan senjata ampuh dalam pembunuhan karakter bangsa.

Prasangka buruk yang dikemas rapi dengan bukti foto atau video yang dipotong atau diedit atau pula dengan ‘katanya-katanya’ merupakan cikal bakal hoaks yang seolah-olah menjadi dasar pembenaran atas prasangka buruk yang dimaksud. Devie Rahmawati, Kaprodi Vokasi Humas UI (2019) menyebutkan bahwa “untuk itu diperlukan Resep 3K untuk mengatasi prasangka yaitu keterbukaan pikiran, komunikasi sosial, dan konfrontasi”. Studi ilmiah semenjak era 50-an menemukan bahwa individu dengan karakter yang tertutup dan linier, memiliki peluang untuk terjebak dalam prasangka. Ditambah keengganan melakukan komunikasi, membuat seorang individu tidak pernah memiliki kesempatan untuk melakukan konfirmasi, apakah prasangkanya tersebut benar, atau ternyata meleset. Komunikasi menjadi cara yang efektif untuk membongkar prasangka. Sedangkan temuan 10 tahun terakhir, menunjukkan kemampuan melakukan konfrontasi terhadap sebuah prasangka yang melahirkan label-label, menjadi senjata ampuh membuat orang yang menyebarkan hoaks tentang sesuatu menjadi berpikir ulang dan membuat orang lain, menjadi memiliki tambahan informasi baru tentang seseorang atau sesuatu, yang pada akhirnya mampu merubah prasangka.

Sekali lagi, hoaks merupakan salah satu produk prasangka buruk dan pula sumber prasangka buruk yang sekarang sedang menjadi-jadi di negara ini. Prasangka buruk akan menghasilkan hoaks dan hoaks akan menghasilkan prasangka buruk kembali yang dijadikan suatu bentuk pembenaran dari suatu kesalahan, begitulah putaran rantainya. Mempengaruhi orang banyak, memprovokasi, dan lain sebagainya hingga banyak yang mengiyakan pula. Hal ini justru lebih berbahaya dari virus apapun dalam menjaga keutuhan NKRI ini. Bahkan mereka-mereka yang dengan tulus berdedikasi untuk masyarakat malah dianggap musuh yang harus dibasmi. Apa saja bisa menjadi bahan prasangka, tetangga membeli motor baru, mobil baru, rumah baru, mulailah individu pemalas tadi berspekulasi.

Terus belajar, sama-sama belajar, sama-sama menghargai, dalam kehidupan bermasyarakat serta berhati-hatilah!. Jangan sampai kita terlalu fokus memperbaiki tatanan bernegara ini dari pengaruh luar, membuat benteng setinggi-tingginya, tanpa disadari kita sedang digerogoti dari dalam oleh provokator-provokator yang mungkin diantaranya sedang duduk di sebelah anda, teman facebook anda, teman kontak whatsapp anda, serta followers Instagram atau youtube anda. Di era digital ini, mari saling menjaga dan mengingatkan baik yang tua ke yang muda maupun sebaliknya!.

 

Karto, S.Pd.,MM.

 

About KPEDES

Pimpinan Komunitas Pelajar Desa Serdang.

0 komentar:

Post a Comment